Pages

Sunday, May 12, 2013

Kewibawaan Alkitab: Sebuah Pengantar Pembahasan



Oleh: Pdt. Dr. Daud H. Soesilo

1. Pengantar
Istilah kewibaan Alkitab terdiri atas dua kata "kewibawaan" (kadang-kadang dipakai kata "otoritas") dan "Alkitab". Walau tampaknya sederhana, ternyata pemahaman orang atas makna istilah ini berbeda satu sama lain. Itulah sebabnya sering terjadi perselisihan paham, pertikaian, perseteruan dan perpecahan. Sebagai sesama pengikut Kristus, bila kita menyadari dan mencoba memahami perbedaan yang ada, paling tidak kita lebih dapat memahami lawan bicara kita serta lebih dapat mengikuti alur pikiran atau tulisan orang lain, sehingga terjadilah kesempatan berdialog yang seimbang. Dialog umumnya terjadi secara lisan, tetapi juga dapat terjadi saat membaca karya tulis orang lain dan menanggapinya. Melalui dialog itulah kita dapat menelusuri pengertian orang lain dan sekaligus memahami pengertian sendiri. Lawan dialog adalah monolog alias pembicaraan tunggal tanpa memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, atau berbicara kepada diri sendiri.
Tujuan terbitan Forum Biblika nomor ini adalah untuk menyediakan sarana untuk saling berbagi pemahaman sehingga tercipta keterbukaan yang memungkinkan terjadinya dialog langsung atau pun tidak langsung.
2.      Definisi Kata
           Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi pertama (Balai Pustaka, 1989) definisi "Alkitab" adalah (1) kitab suci agama Kristen, terdiri atas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru; (2) Islam: Alquran. Dalam kamus yang sama, "kitab suci" diartikan wahyu Tuhan yang dibukukan. Definisi "wahyu" adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para Nabi dan Rasul melalui mimpi dan sebagainya. "Nabi" adalah orang yang menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya untuk kepentingan dirinya dan ia tidak diwajibkan meneruskan wahyu itu kepada orang lain. (Catatan: yang dicetak miring tidak lagi dimuat dalam edisi kedua, 1991). Sedang "rasul" adalah (a) orang yang menerima wahyu Tuhan untuk disampaikan kepada manusia; (b) murid nabi Isa yang mula-mula menyiarkan agama Kristen.
            Contoh dari kamus di atas menunjukkan betapa besar perbedaan makna dan pemahaman orang atas kata dan istilah yang sama tetapi latar belakang imannya berbeda.
            Dalam Webster's New Collegiate Dictionari (G.&C. Merriam, 1976) dan Webster's Third New International Dictionary of the English Language Unabridged (Merriam-Webster, 1986) terdapat enam definisi "bible" sebagai kata benda (1) Huruf kapital: (a) Kitab Suci yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang diterima oleh orang Kristen sebagai wahyu Allah dan yang berwibawa, (b) Kitab Suci agama lain (2) Buku (3) Perpustakaan [catatan: arti no. 2 & 3 sudah tidak lazim dipakai] (4) Huruf kapital: Salah satu terbitan Alkitab (5) Buku pegangan yang kewibawaannya mirip Alkitab-msl: fisherman's bible (6) Sesuatu yang mirip buku. Dan "bible" sebagai kata kerja berarti menyuplai Alkitab-msl: bible a hotel.
            Ternyata kata Bible/bible bukan saja dipakai oleh umat Kristiani atau umat beriman lainnya, tetapi juga dipakai secara umum.
            Bila kajian kita dialihkan ke kata "kewibawaan/otoritas", ternyata kata ini juga banyak definisinya. Dalam Greek-English Lexicon of the New Testament Based on Semantic Domains(United Bible Societies, 1988) kata Yunani yang diterjemahkan "otoritas" ex-ousia mempunyai delapan arti:
(1)   authority to rule
(2)   jurisdiction
(3)   symbol of authority
(4)   ruler
(5)   control
(6)   power
(7)   supernatural power
(8)   right to judge

            Bila kita meneliti kata yang sama dalam Ensiklopedi Perjanjian Baru (Kanisius, 1990), kita mendapat uraian sbb: Kata Yunani ex-ousia (dikaitkan dengan bentuk participium dari kata ex-estin: "diperbolehkan, bebas dari...") (Mat. 12:2, 10; 22:17). Dengan istilah ini ditunjuklah kuasa/wibawa yang sudah dimiliki atau yang sudah diterima, tetapi yang dapat dijalankan hanya dalam kerangka suatu tata tertib hukum, politik, sosial dan moral (Kis. 8:19; 9:14; 26:10, 12). Allah menentukan arah sejarah manusia (Kis. 1:7), Ia berkuasa atas segala ciptaan yang dijadikan-Nya (Luk. 12:5; Rm. 9:21). Dia pula memberikan kuasa-Nya kepada manusia-manusia (Yoh. 19:11; Rm. 13:1-2) atau kepada utusan-utusan, malaikat-malaikat atau lain-lain (Why. 6:8; 9:3, 10, 19). Iblis berusaha menytakan dirinya sebagai yang berhak untuk berkuasa (Luk. 4:6; 22:53; Ef. 2:2; Kol. 1:13; Why. 13:2, 4, 12). Kuasa/wibawa Yesus berhubungan dengan misi yang diterima-Nya dari Allah: Ia memakainya dengan sungguh-sungguh pasti dan sungguh-sungguh bebas (Mat. 21:23-27; Mrk. 11:27-33; Luk. 20:1-8; Yoh. 5:27; 10:18; 17:2). Berkat kuasa/wibawa itulah Ia menyembuhkan orang-orang sakit, Ia mengusir setan-setan serta memberitakan Kabar Baik (Mat. 7:29; 9:6; Mrk. 2:10; Luk. 5:24; Mat. 9:8; Mrk. 1:27; Luk. 4:36). Wibawa itu dipercayakan-Nya kepada para murid-Nya (Mat. 10:1) dan Ia memperhatikan dengan memperlihatkan kepada mereka - melalui pelayanan-Nya - bagaimana kuasa itu harus dijalankan (Mat. 20:25-28; Mrk. 10:42-45; Luk. 22:24-27). Dengan menjadi Tuhan, Yesus menerima kuasa itu dari Allah secara definitive (Mat. 28:18). Kristus tidak mempermasalahkan kuasa/wibawa sipil (Rm. 13:1-3; Tit. 3:1). Namun bila "segala sesuatu diperbolehkan" kepada orang beriman, maka artinya tak pernah sama dengan menjadi budak seseorang (1Kor. 6:12; 8:9; 9:4-18; 10:23).
            Berikut ini definisi kata otoritas, dan wibawa serta kewibawaan seperti yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Otoritas
(1)   hak untuk bertindak
(2)   kekuasaan; wewenang
(3)   kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya
(4)   hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain.
            Sedangkan otoriter bermakna berkuasa sendiri; sewenang-wenang: tindakan yang otoriter.

Wibawa

(1)   pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik: dengan penuh wibawa pemimpin itu berhasil memenangkan massa yang gelisah
(2)   kekuasaan
            Dengan kata lain, setiap kata di atas memiliki makna berganda. Makna berganda inilah yang merupakan salah satu penyebab timbulnya pemahaman yang berbeda-beda. Ternyata padanan kata "kewibawaan Alkitab" juga bermakna ganda, karena itu marilah sekarang kita mengkaji istilah tersebut.

3.      Pemahaman Istilah

           Bila kita mengadakan temu wicara dan menanyakan, "Apakah makna kewibawaan Alkitab bagi Anda?" Ternyata kita akan memperoleh beraneka jawaban dan pemahaman. Yang sering terjadi adalah pemahaman yang berbeda di satu pihak dinilai "kolot", sedang di pihak lain dikecam "murtad".
           Dari sejarah perkembangan pemahaman tentang kewibawaan Alkitab menunjukkan perbedaan-perbedaan yang timbul, mula-mula karena perbedaan konfesi: Yahudi, Otodoks dan Roma Katolik. Pemahaman itu juga berbeda dari masa ke massa, misalnya pada masa awal perkembangan gereja dan di gereja pada zaman pertengahan. Pemahaman itu juga berkembang setelah apa yang dinamakan reformasi gereja dan awal pemahaman tentang kewibawaan Alkitab di kalangan gereja Kristen Protestan. Perbedaan pemahaman juga tampak pada masa pencerahan dan sesudahnya, bahkan sampai saat akhir abad ke-20 ini. Singkatnya, pertanyaan tentang kewibawaan Alkitab berbeda untuk kelompok yang berbeda dalam keadaan intelek dan kebudayaan yang berbeda pula.
           Sebenarnya beraneka pemahaman tentang kewibawaan Alkitab tidaklah dapat diukur dengan satu tolok ukur saja. Dalam bukunya The Uses of Scripture in Recent Theology(Fortress, 1975), David H. Kesley mengemukakan 7 cara pemahaman tentang bagaimana Alkitab berwibawa atas hidup kita, tetapi di sini akan dibahas 3 cara saja.
           Pertama, Alkitab berwibawa karena Alkitab adalah kumpulan pernyataan yang benar. Kurang lebih seabad yang lalu Charles Hodge mengatakan, "Seperti halnya alam begitu penting bagi para ilmuwan, demikian juga Alkitab sangat penting bagi para teolog. Alkitab merupakan gudang fakta. Alkitab bukan saja diilhami untuk hal-hal yang berhubungan dengan moral dan agama, tetapi untuk semua disiplin, yaitu sains, sejarah, geografi ... apa saja yang disampaikan oleh penulis-penulis kitab suci."
           Hodge mengatakan bahwa Alkitab itu diilhami, karena itu tidak mungkin salah. Tetapi bukan pengilhaman yang mekanis seperti robot atau mesin. Ia membedakan antara pemahaman penulis pada saat itu dan apa yang diajarkannya. Apa yang diajarkan itulah yang tidak mungkin salah dan oleh karena itu berwibawa. Seperti dikemukakan oleh tokoh Injili kontemporer yang bernama Clark Pinnock, pemahaman seperti ini merupakan tiang penyangga teologi kelompok pertama ini. Jadi, kita menerima pernyataan-pernyataan Alkitab yang benar.
           Kedua, Alkitab berwibawa karena firman itu mengubah hidup manusia. Sebagai contoh, pada abad ke-3 M., firman Tuhan mengubah seluruh kehidupan Antonius setelah ia mendengar sebuah nats Alkitab dikhotbahkan. Demikian juga dengan Agustinus, setelah ia membaca Alkitab, terjadi suatu perubahan hidup yang sangat besar. Itulah yang terjadi dengan misionaris, dokter dan pakar Biblika controversial yang bernama Albert Schweitzer, pada akhir kehidupannya ia menulis bagaimana Yesus mengubah kehidupannya.
           Yang lebih controversial lagi adalah Profesor Rudolf Bultman. Walau banyak yang menyangsikan dirinya, berkali-kali ia menegaskan, "Kehidupan beriman yang sejati merupakan jawaban dari teka-teki keberadaan manusia. Dan kehidupan beriman itu hanya bisa terjadi karena orang memberi tanggapan atas tindakan Allah dalam Yesus Kristus. Iman hanya mungkin pada suatu saat dalam sejarah sebagai akibat dari suatu peristiwa, yaitu peristiwa Yesus Kristus."
           Seperti yang diungkapkan oleh Paul Tilich, "Beriman berarti berani mengambil resiko." Hal itu dibenarkan oleh Soren Kierkegaard. Kewibawaan Alkitab yang membawa perubahan hidup juga menjadi tema pemahaman James Cone.
           Jadi, dalam pengertian kelompok kedua ini, Alkitab berwibawa karena Alkitab membawa perubahan hidup.
           Ketiga, Alkitab berwibawa karena Alkitab merupakan tulisan yang melukiskan identitas Allah. Pandangan ini dimulai oleh Karl Barth dan dikembangkan oleh Hans Frei. Dalam pemahaman kelompok ketiga ini, Alkitab merupakan kumpulan-kumpulan cerita yang menceritakan tentang Allah. Frei mengatakan, bila cerita-cerita Injil dijadikan satu, akan merupakan kumpulan tulisan yang memberikan gambaran Yesus yang utuh dan benar.
           Jadi, kewibawaan Alkitab terletak pada pribadi Yesus, Sang Sabda Allah yang telah menjelma menjadi manusia. Seperti halnya cerita-cerita Perjanjian Lama melukiskan identitas Allah yang menyatakan diri-Nya kepada umat Israel, Allah yang sama menyatakan diri-Nya secara lebih utuh di dalam pribadi Yesus Kristus. Allah yang salahlah yang kita sembah dan puji.
           Dengan kata lain, ketiga kerangka acuan di atas menunjukkan beraneka cara bagaimana kewibawaan Alkitab dipahami oleh pribadi dan kelompok yang berbeda. Ada yang lebih cenderung pada cara yang pertama, dan ada yang lebih mengacu pada cara kedua atau ketiga dst. Pemahaman kita pada ketiga cara ini dapat menggalang keterbukaan sehingga kita dapat memahami pendekatan dan cara yang berbeda dari cara kita sendiri.
           Pada dasarnya, seperti diungkapkan oleh Walter Brueggemann, kewibawaan Alkitab berhubungan dengan pemberian pengesahan. Ini berarti bagaimana di dunia dan kelompok masyarakat yang beraneka ragam ini, kita diberi pengesahan untuk hidup, bertindak dan berharap walau dengan cara yang kadang-kadang bertentangan dengan norma-norma yang ada. Dalam pertanyaan tentang kewibawaan Alkitab inti masalahnya ialah mengenai pengesahan masyarakat yang menerima kewibawaan Alkitab melalui cara hidup yang taat dan bersyukur kepada Tuhan.
4.      Penutup
           Banyak orang dari berbagai kalangan dan latar belakang mengakui dan menerima kewibawaan Alkitab, walau cara dan manifestasinya berbeda-beda. Sebenarnya setiap cara pemahaman memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Semuanya saling melengkapi. Dan bagi mereka yang terbuka, banyak hal yang dapat dipelajari dari cara pemahaman yang lain.
           Mudah-mudahan pembahasan ini mengundang kita untuk lebih mendalami dan mempelajari Alkitab secara lebih mantap, serius dan penuh tanggung jawab. Karena hanya dengan kerendahan hati dan keterbukaan, kita dapat membaca, mempelajari, memahami dan menghayati pernyataan-pernyataan Alkitab beserta segala tuntutannya. Hanya dengan keterbukaan dan kepekaan, pembacaan dan penelaahan Alkitab yang kita lakukan dapat mengubah hidup kita. Hanya dengan kepekaan dan kerendahan hati, kita dapat mengenal identitas Allah yang utuh dan benar seperti yang dinyatakan-Nya dalam pribadi Yesus Kristus.
           Akhir kata, bagi umat dan pengikut Kristus, pengakuan dan penerimaan kewibawaan Alkitab tidak mempunyai arti, jika semua itu tidak membuahkan perubahan dan pembaruan pikiran, sikap dan tindakan kita baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, ibadah, maupun dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.


DAFTAR ISI



Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Wesleyan Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Presbyterian Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Katolik Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Injili Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Lutheran Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Methodist




SUMBER RUJUKAN PUSTAKA
1.      Achtemeier, Paul J. 1980. The Inspiration of Scripture. Problems and Proposals. Philadelphia: The Westminster Press.
2.      Barton, John. 1988. People of the Book. The Authority of the Bible in Christianity. Louisville: Westminster.
3.      Blaisdell, Charles R., ed. 1990. Conservative Moderate Liberal. The Biblical Authority Debate. St. Louis: CBP Press.
4.      Brown, Raymond E. 1990. Responses to 101 Questions on the Bible. New York: Paulist Press.
5.      Brueggemann, Walter. 1977. The Bible Makes Sense. Atlanta: John Knox Prass.
6.      Brueggemann, Walter. 1992. "Biblical Authority in the Post-Critical Period". The Anchor Bible Dictionary. V: 1049-1056. New York: Doubleday.
7.      Fogarty, Gerald. 1992. "Biblical Authority in Roman Catholicism". The Anchor Bible Dictionary. V:. 1023-1026. New York:Doubleday.
8.      Goshen-Gottstein, Moshe. 1992. "Biblical Authority in Judaism". The Anchor Bible Dictionary. V:. 1017-1021. New York:Doubleday.
9.      Hofland, A.C.; Kouwenhoven, H.J.: van den Berg, C.H.; dan Elkerbout E. 1991. Allah Beserta Kita. Hakikat dan Kewibawaan Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
10.  Leon-Dufour, Xavier. 1990. Ensiklopedi Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
11.  Mc Kim, Donald K., ed. 1983. The Authoritative Word. Essays on the Nature of Scripture. Grand Rapids: WM.B. Eerdmans.
12.  Mc. Kim, Donald K. 1992. "Biblical Authority and the Protestant Reformation". The Anchor Bible Dictionary. V:. 1032-1035. New York:Doubleday.
13.  Reventlow, Henning Graf. 1992. "Biblical Authority in the Wake of the Enlightenment". ". The Anchor Bible Dictionary. V:. 1035-1049. New York:Doubleday.
14.  Smart, James D. 1970 The Strange Silence of the Bible in the Church. A. A Study in Hermeneutics. Philadelphia: The Westminster press.
15.  Soesilo, Daud H. 1990 Mengenal Alkitab Anda. Edisi ke-2. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
16.  Stylianopoulos, Theodore. 1992. "Biblical Authority in Eastern Orthodoxy".The Anchor Bible Dictionary. V:. 1021-1023. New York:Doubleday.
17.  van Engen, John. 1992. 1992. "Biblical Authority in the Early Church". The Anchor Bible Dictionary. V:. 1026-1032. New York:Doubleday.







No comments:

Post a Comment