Pages

Saturday, May 11, 2013

Kewibawaan Alkitab dari Sudut Pandang Seorang Methodist


Oleh: Pdt. Dr. H. Doloksaribu
Pendahuluan
            Redaksi Forum Biblika untuk terbitan ini meminta penulis membahas kewibawaan Alkitab atau otoritas Alkitab dari sudut pandang Methodist.
            Penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat mempresentasikan pandangan Methodist yang terbesar di seluruh dunia dengan segala variasi dan perkembangannya selama dua setengah abad lebih. Gerejakan ini dimulai oleh Pendeta John Wesley di Inggris.
            Denominasi Methodist telah menjadi salah satu Gereja Protestan terbesar di dunia. Dari sudut teologi gerakan ini bukan lagi ibarat satu sungai melainkan telah berkembang menjadi puluhan sungai-sungai yang bermuara ke satu lautan yang dapat disebut lautan teologi Methodist.
            Karena itu penulis memilih kembali ke akar dari gerakan Methodist itu sendiri yakni teologi John Wesley. Sesuai dengan harapan dari redaksi Forum Biblika maka tema percakapan kita ialah sekitar kewibawaan atau otoritas Alkitab dan sudut pandang teologis Wesley.
            Secara etimologis kewibawaan Alkitab berarti dasar-dasar apa, pertimbangan apa yang memberi Alkitab wibawa; apa yang mendukung dan penyebab sehingga Alkitab dapat diterima sebagai buku yang berwibawa.
            Wibawa berarti menjadi acuan bagi pembacanya. Disebut berwibawa apabila pembaca memakainya sebagai ukuran dasar dan acuan utama sepanjang mengenai pokok-pokok pikiran yang diuraikan dalam buku itu. Dalam hal ini kewibawaan Alkitab menyangkut juga segi-segi lain, misalnya tidak terlepas dari bagaimana ia terbentuk (kanonisasi); demikian juga bagaimana ungkapan-ungkapan untuk maksud tertentu dimengerti sesuai dengan konteksnya.
            Tulisan ini tidak akan membahas kanonisasi, maupun kritik teks, karena hal tersebut telah dibahas pada Forum Biblika pada nomor terdahulu.
            Tulisan ini memberi penekanan pada dogma sehubungan dengan Alkitab dari sudut pandang Teologi Wesley.

Sekilas teologi Wesley 
            John Wesley secara teologis adalah anak Protestan karena ia penganut yang setia dari semboyan M. Luther: Sola Fide, Sola Graca, Sola Scriptura.
            J. Wesley juga menerima Calvin dalam banyak hal, kecuali ia penentang keras dari ajaran predestinasi.
            J. Wesley banyak dipengaruhi Peter Bohler (Moravian) yang menekankan keyakinan akan kepastian akan keselamatan dan hidup dalam kekudusan. Demikian juga Thomas A. Kempis mempengaruhi dia tengan inner religion.
            J. Wesley pada zamannya tidak diakui sebagai teolog karena ia tidak menulis buku yang secara sistematis memuat pandangan-pandangan secara teologis. Ia tidak seperti Thomas Aquinas yang menulis Summa Theologiae, ataupun seperti J. Calvin yang menulis Institutio Christianae Religionis. Padahal ia juga menulis banyak karangan-karangan agama bahkan ilmu, Ia menulis buku tebal Explanatory Notes Upon The New Testament; dalam Journal-nya kita dapat menemukan teologinya; demikian juga dalam Sermon-nya yakni kumpulan  khotbah-khotbah tentang berbagai topik yang memuat hal-hal yang dianggap sebagai dasar agama Kristen yang benar. Demikian juga dalam surat-suratnya ditemukan teologinya. Walau ia tidak dapat disebut teolog yang sistmatis (yang pada dasarnya melahirkan pikiran-pikiran melalui perenungan atau kontemplatif) namun ia adalah kampium experiencial theology, yakni yang teologinya lahir dan dibentuk dalam pengalaman rohaninya secara pribadi di tengah-tengah persekutuan gerejawi.
            Bagi Wesley, Alkitab adalah dasar untuk iman dan hidup Kristen. Namun berkaitan dengan itu, ada tiga dasar lagi yang pokok yakni  pikiran (reason), tradisi gereja dan pengalaman (experience).
        Keempat dasar ini, Alkitab, akal, tradisi dan pengalaman (penghayatan) disebut "The Wesleyan Quadrilateral". Hal ini perlu kita ingat untuk dapat memahami dogma Wesley tentang Alkitab. Keempat unsur itu saling berpautan, tetapi Alkitablah sumber kebenaran, menyusul kemudian penghayatan konkret menjadi bukti kebenaran Alkitab itu sendiri.
            Sebelum kita membahas tentang otoritas Alkitab yang menjadi topik kita maka kita akan coba membahas ketiga unsur tadi secara ringkas.
Pikiran (Reason)
            J. Wesley mengatakan, "Adalah sangat pokok bagi kita bahwa membuang pikiran adalah sama dengan membuang agama, karena agama dan akal saling bertaut. Karena itu setiap agama yang tidak masuk akal adalah agama palsu.1) Hendaknya orang sadar dan paham (dengan pikiran) akan kebenaran Alkitab. Hendaknya orang-orang percaya sepanjang ia memahaminya. Namun demikian biarlah yang tidak dapat dipahami (dengan pikiran) itu menjadi bagian dari Roh menjelaskan kepada hati atau intuisi manusia.2)
            Biarlah akal atau pikiran menjalankan tugasnya sepanjang akal mampu menjelaskannya. Namun ia juga memperingatkan bahwa akal tidak selalu menimbulkan kasih.
Pengalaman (Experience)  
            Agama yang diajarkan Alkitab haruslah agama yang dialami, dirasakan dalam hati kita. Firman Tuhan dalam Alkitab baru dapat dikatakan Firman yang hidup apabila ia "terasa" di hati. Firman yang berbicara ke hati, mengubah rasa dan karsa manusia.
    Dogma Wesley selalu menekankan tiga hal: 1. Agama Kristen adalah agama yang lahir dari wahyu surgawi; 2. Agama Kristen adalah juga yang sungguh dirasakan; dan 3. Agama Kristen adalah agama yang memberikan etika pada manusia (Ethical religion) yang berdasar pada kasih kepada sesama manusia dan kasih kepada Allah. Agama yang memberikan etika dinyatakan dalam tindakan yang bertanggung jawab dalam masyarakat.
Tradisi 
       Wesley menghargai tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh Bapa-bapa Gereja. Yang dirasakan memberikan kekuatan bagi agama Kristen melintasi sejarah. Ia mengatakan, "Apa yang dijanjikan Alkitab saya sukai. Datang dan lihatlah apa yang kekristenan telah lakukan, dan terimalah itu sebagai yang berasal dari Allah."3)
            Walau demikian ia menolak ajaran Roma Katolik yang mengajarkan tradisi mendapat tempat sejajar dengan Alkitab.4) Dia juga menolak Apocrypha dengan alasan bahwa buku-buku tersebut tidak diterima jemaat Yahudi (mula-mula) yang adalah sarana pilihan Allah (bnd. Rm. 3:2).
Otoritas Alkitab Dalam Teologi Wesley 
            Semua agama atau sekte-sekte agama memiliki kitab suci yang dianggap memiliki nilai adi kodrati, bahkan ada yang menganggap kitab mereka adalah duplikat atau photo copy dari buku yang di surga. Sebagian agama atau sekte yang menyebut diri Kristen, menerima Alkitab sebagai buku suci mereka, namun masih ada buku lain yang dianggap sejajar dengan Alkitab. Bagi The Christian Science maka Alkitab karangan Mary Baker Eddy Science and Health with Key to the Scriptures dianggap sejajar dengan Alkitab. Demikian juga The Book of Mormondisejajarkan dengan Alkitab oleh pengikut The Cuurch of Jesus Christ of Latter day Saint.
            Bagi John Wesley Alkitab adalah satu-satunya sumber apa yang baik dan yang berkenan kepada Allah. Ia mengikutinya dalam hal besar dan kecil. Ia mengatakan, Homo Unius Libri saya adalah manusia dengan satu buku. Tentu ia membaca banyak buku, baik buku-buku dari pada Bapa-bapa gereja sampai ahli-ahli teologi pada zamannya. Namun bila menyangkut otoritas penentu tentang kepercayaan dan hidup orang percaya maka Alkitab menjadi ukuran satu-satunya, karena hanya Alkitab yang menunjukkan bagaimana untuk hidup di dunia demikian juga bagaimana jalan ke surga.
            Bagi Wesley Alkitab adalah buku petunjuk praktis, karena Allah memberikan Alkitab dengan fungsi praktis. Alkitab bukan tujuan akhir. Alkitab adalah firman Allah untuk membimbing hidup sehari-hari, memberikan dorongan pertumbuhan rohani dan berjalan di jalan Yesus menuju keselamatan yang sudah disediakan itu. Tujuan pokok Allah dengan Alkitab ialah memberi manusia petunjuk bagaimana hidup di dunia ini dan bagaimana menuju ke surga. Dengan demikian tujuan utama Wesley menyelidiki Alkitab ialah membuat doktrin keselamatan itu menjadi jelas.
            Dalam hal inilah Wesley tidak dapat menerima apapun yang dapat disejajarkan dengan Alkitab.
            Bukan berarti Wesley mengabaikan penyelidikan Alkitab. Namun ia memberi batasan dengan mengutip ucapan Clement dari Alexandria, "Cara memahami Alkitab ialah membiarkan Alkitab bicara tentang diri (Alkitab) sendiri."
            Menurut Wesley beberapa cara untuk memahami Alkitab ialah dengan membandingkan ayat-ayat dan perikop yang sejajar dan menerima makna yang paling jelas dimengerti. Juga dengan menanyakan kepada orang-orang yang hidup kekristenannya nyata. Wesley juga mengakui adanya ketidakcocokan dalam Alkitab. 5)
            Juga ditekankan, sebagaimana Alkitab diwahyukan melalui Roh Kudus demikian juga para pembaca akan dapat mengerti Alkitab bila pembaca tekun dan terus berdoa agar Roh Kudus juga mengilhaminya untuk memahami makna yang terdalam dari Alkitab. Dengan kata lain, Alkitab tidak dapat digali dengan mengandalkan ilmu pengetahuan maupun akal pikiran.
            Alkitab adalah wahyu yang melukiskan kuasa pengertian, kebaikan dan kekudusan Allah. Kuasa Allah adalah sumber segala mujizat; pengertian diberikan Allah sehingga pembaca dapat memahami rahasia kehendak Allah yang tersembunyi bagi banyak orang. Rahasia itu dibukakan hanya bagi mereka-mereka yang diberikan pengertian oleh Roh Kudus.
            Alkitab ialah Allah yang berbicara pada kita dengan berharap jawaban dari pihak manusia. Alkitab adalah untuk kepentingan kita, bukan untuk memberikan infromasi tetapi agar kita bertobat, percaya dan setia.
            Alkitab berisi hal-hal yang secara abadi dapat diterima sebagai yang baik buat hidup manusia tidak berubah dengan cepat, bahkan inti dari apa yang Alkitab tekankan bertahan berabad-abad.
            Kalaupun ada sanggahan terhadap mujizat yang ada dalam Alkitab itu adalah sikap prasangka (prejudise) dari ilmu modern tentang apa yang Alkitab dengan jelas nyatakan; sikap penolakan bukan hanya sikap zaman modern, tapi juga pada zaman Kristus sendiri (Mrk. 16:11-14).
            Memang Alkitab, ilham ilahi bukanlah untuk semua orang tapi hanya bagi "Barang siapa yang percaya kepada Yesus" (Yoh. 3:16).
            Dalam Alkitab Allah menuntut kekudusan dari umat, yaitu kekudusan yang berguna dan benar. Demikian juga mereka-mereka, tokoh-tokoh yang disebut sebagai orang-orang pilihan Allah walau mereka juga berbuat salah atau dosa mereka adalah gambaran dari tipe manusia yang ideal yakni yang memiliki kesetiaan, kejujuran dan kebijaksanaan. Hal-hal tersebut diangkat oleh Wesley sebagai tanda atau bukti bahwa Alkitab adalah wahyu surgawi, yang ditulis oleh manusia dengan ilham Roh Kudus pada waktu tertentu dengan memakai bahasa dan konteks tertentu pada zamannya.
Penutup 
            Dari uraian-uraian di atas kita dapat melihat beberapa kesimpulan pokok yang di atas menopang tentang wibawa Alkitab, sebagai otoritas utama dalam teologi Wesley. Untuk menyimpulkannya dapat kita sebut kembali sebagai dasar wibawa itu antara lain:
  1. Alkitab adalah wahyu Allah kepada manusia. Seseorang atau sesuatu dapat membukakan identitas atau kehendaknya dengan berkata-kata, dengan tulisan atau dengan tindakan-tindakan. Allah memakai cara ini untuk berbicara kepada manusia. Karena itu sarana, bahasa pencatatan manusia bisa saja salah, namun perjumpaan dengan Allah, firman Allah yang disampaikan kepada manusia itu tidak salah.
  2. Alkitab adalah buku petunjuk praktis. Ia adalah Firman Allah, yang memang harus diteliti, diselidiki untuk dimengerti dengan ilham Roh Kudus, untuk dapat memahami petunjuk Allah tentang hidup di dunia dan jalan menuju ke surga. Orang-orang Methodist percaya bahwa Alkitab abadi karena ia memberi jawaban atas kebutuhan spiritual manusia selagi hidup bahkan sesudah mati. Ketika manusia menjalani penderitaan, Alkitab akan meneguhkan, kita tahu bahwa kita tidak sendiri. Jika kita membutuhkan kesabaran, kita perlu belajar dari Ayub. Jika hati nurani kita sudah hampir beku, Hosea dan Amos akan membangkitkannya lagi. Jika kita tertekan oleh lingkungan karena iman kita, Stefanus menjadi teladan bagi kita untuk mau menjadi saksi bagi Yesus. Ketika kita memikirkan ajal kita, maka kita tidak menjadi gentar karena kita percaya janji Tuhan "Di rumah Bapak-Ku banyak tempat kediaman" (Yoh. 14:2).
  3. Biarlah Alkitab berbicara tentang dirinya sendiri kendati demikian mempelajari Alkitab dengan seksama adalah perlu. Kita perlu yakin dengan akal dan pikiran. Namun demikian kita harus sadar akan keterbatasan akal (reason). Biarlah akal bekerja sepanjang ia dapat bekerja. Karena akal pikiran bukan segalanya. Alkitab adalah sarana Allah membukakan diri-Nya kepada manusia. Rahasia itu bukan untuk semua orang tapi hanya bagi yang mau mencari "Carilah... maka kamu akan mendapat" (Mat. 7:7) dan bagi, "Barangsiapa yang percaya" (Yoh. 3:16).


Bahan Bacaan
  1. Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, 1988.
  2. Abraham, W.J. Divine Revelation and The Limits of Historical Criticism, Oxford University Press, New York, 1982.
  3. Burtner, R.W. & Chiles, R.E. Ed. John Wesley's Theology Abingdon Press, Nashville, USA, 1982.
  4. Hause, H. Wayne, Charts of Christian Theology and Doctrine, Zondervan Publishing House, Michigan, 1979.
  5. Soteks Mack B., The Bible in the Wesleyan Heritage, Abingdon, Nashville, 1983.
  6. Sugden E.H.Ed. John Wesley's Fifth Three Sermons, Abingdon, Nashville, 1983.
  7. Wesley, J., Explanatory Notes Upon The New Testament, Volume I & II, Baker Book House, Michigan, Reprinted, 1983

1) Letters: to Dr. Rutherforth.
2) Sermon: The End of Christ Coming
3) Letters to Dr. Couyers Midleton
4) Mack B. Stockes, The Bible in The Wesleyan Heritage, Abingdon, Nashville, 1979, hlm. 21.
5) Perbedaan-perbedaan tentang banyak hal dalam Alkitab, demikian juga tentang hal-hal yang dianggap ketidaktepatan dalam Alkitab, dibahas secara sangat singkat namun jelas oleh H. Wayne Houx dalam bukunya Charts of Christian Theology and Doctrine, Zondervan, Grand Rapids, Michigen, 1992.




No comments:

Post a Comment